Kamis, 11 September 2025

Blog Tribunners

Ibu, Cepatlah Pulang!

Dewi mencoba terus menghadirkan wajah ibunya yang telah menjadi TKI sejak lima tahun lalu. Sejak ibunya pergi, ayahnya telah menikah lagi

Penulis: Hening Ratri
Editor: Widiyabuana Slay
zoom-inlihat foto Ibu, Cepatlah Pulang!
tribunnews.com/heru baskoro
CARI KUTU- Para TKW di Taman Victoria, Hongkong tak lupa petan (mencari kutu rambut) di tengah-tengah keasyikan mengobrol dengan sesama komunitas TKW. (April 2008)
TRIBUNNEWS.COM - Dewi Damayanti, pelajar kelas 7 Sekolah Menengah Pertama (SMP) Nasional Jember. Gadis berperawakan sedang, rambut sebahu dan kulit coklat. Duduk tercekat di sebelah kiri saya. Dengan logat Madura yang sangat kental ia menuturkan kepergian ibunya menjadi Tenaga Kerja Indonesia di Hongkong sejak empat tahun lalu.

Ibu nya pergi karena pingin nyekolahno saya,” tuturnya membuka pembicaraan sore itu. Ia bersama beberapa anak-anak lain berada di Ledok Ombo, sebuah desa di kabupaten Jember. Sebuah daerah yang harus ditempuh selama lima jam dari Bandara Juanda Surabaya.

Hari minggu, 19 Desember 2010, anak-anak Ledok Ombo merayakan peringatan hari ibu dengan mengadakan lomba matematika. Lomba itu di gagas oleh Farha Ciciek dan suaminya Sopo. Mereka setiap minggu mengumpulkan anak-anak di sekitar Ledok Ombo untuk bermain dan belajar. Sebagian besar orang tuanya menjadi Tenaga Kerja Indonesia (TKI), baik di Hongkong, Arab Saudi maupun Malaysia.

Dewi masih menerawang mencoba mengingat raut wajah ibunya, “ibu cantik orangnya”. Dewi mencoba terus menghadirkan wajah ibunya yang telah menjadi TKI sejak lima  tahun lalu. Sejak ibunya pergi Dewi bersama neneknya, sementara ayahnya telah menikah lagi dan memiliki keluarga baru.

Sore itu  ia duduk berhadapan dengan saya bersama Nurhalimah. Nurhalimah atau yang dipanggil Nunung ditinggal pergi ibunya ke Arab Saudi awal bulan lalu. Gadis bertubuh jangkung itu kemudian menuturkan kepergian ibunya.

“Opo koe trimo sekolah tekan SMP?” alasan itu yang memaksa ibunya Nurfaida kembali meninggalkan Nunung. Ibunya baru enam bulan lalu kembali dari Arab Saudi, kemudian di pagi buta sang ibu pergi diam-diam dan hanya meninggalkan sepucuk surat. “Ibu tidak ingin melihat adik dan saya nangis waktu ditinggal”. Katanya.

 Ia terpaksa bertahan bersama adiknya yang berumur 5 tahun dalam asuhan neneknya, karena sang ayah tak juga memperoleh pekerjaan tetap di kampungnya. Nunung masih bersyukur ibunya tidak mengalami siksaan seperti TKI lainnya, namun ia selalu menyimpan khawatir ketika media ramai membicarakan kasus kekerasan yang menimpa TKI.

Nunung dan Dewi, dua anak yang beranjak dewasa itu tak tahu pasti mengapa harus ibunya yang pergi keluar negeri. Mengapa bukan ayahnya yang harus meninggalkan rumah dan membiayai sekolahnya. Mereka tidak pernah berani bertanya, mengapa ayah akhirnya menikah lagi, disaat ibunya tengah bertarung nasib di negeri orang?

Ketika saya bertanya apakah mereka ingin menjadi TKI, serempak mereka menggeleng dan menitikkan air mata. Dewi ingin menjadi doketer, sementara Nunung ingin menjadi guru. Mereka juga mengatakan tidak akan merelakan ibunya pergi lagi bila kelak kembali.

“Tapi masih 3-4 tahun lagi ibu pulang…saya kangen”

Semoga cita-citamu tercapai nak, diantara tangis dan peluh ibumu. Diantara ribuan kilo jarak yang masih membentang.

. “Ibu cepat pulang, kami ingin ibu bersama kami lagi” ujar Dewi dan Nunung.

Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email [email protected]

Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.

Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini