Sidang Gayus Tambunan
Hakim Albertina Ho Mantan Pelayan Warung Kopi
Ny Albertina Ho SH, hakim ketua yang menyidangkan kasus mafia pajak Gayus Tambunan pernah jadi pelayan di warung kopi.
Penulis:
Iswidodo
Wanita kelahiran Maluku Tenggara, 1 Januari 1960 itu banyak disorot kamera televisi dan media cetak ketika menanyai Gayus yang duduk di kursi pesakitan. Tapi Albertina jarang melihat ke kamera dan tetap mencermati dengan seksama tiap kalimat yang keluar dari Gayus untuk kemudian dipastikan lagi untuk meyakinkan.
Sudah barang tentu berbagai pertanyaan hakim itu bersifat menggali secara naratif untuk kemudian mengerucut menuju dakwaannya. Seperti yang ia lakukan ketika menanyai Gayus Tambunan terkait darimana uang Rp 28 miliar itu diperoleh hingga akhirnya terungkap.
Di depan hakim Albertina Ho, Gayus menjawab dengan lancar dan hafal. Ia mengaku uang sebesar 3,5 juta dolar AS atau setara Rp 35 miliar dari tiga perusahaan yang tergabung dalam Grup Bakrie dalam sidang yang digelar di PN Jakarta Selatan, Rabu (8/12/2010)
Tersangka Gayus saat diperiksa sebagai terdakwa, mengaku uang itu berasal dari tiga perusahaan yaitu PT Kaltim Prima Coal PT KPC), Bumi Resources, dan PT Arutmin, semua grup Bakrie.
Albertina Ho seolah tanpa ekspresi dengan menunjukkan wajah tenang dan tidak terpengaruh atau tidak terkejut oleh jawaban Gayus. Wanita alumni Fakultas Hukum UGM tahun 1985 itu rupanya sudah terbiasa dengan hidup susah dan prihatin.
Bahkan ia sempat menjadi pelayan warung kopi ketika menuntut ilmu di SMAN 2 Ambon tahun 1979 karena kekurangan biaya. Iya. Albertina menempuh pendidikan dari SD, SMP hingga SMA di Ambon. Setelah berhasil lulus dari UGM, Albertina menempuh Magister Hukum di Universitas Jenderal Sudirman Purwokerto dan lulus 2004.
Tidak hanya menjalani hidup sebagai pelayan warung kopi, tapi Albertina juga pernah ditolak oleh pihak bank saat kredit rumah. Aplikasi permohonan kredit yang ia ajukan ditolak karena gajinya sebagai hakim tidak cukup untuk kredit rumah.
Tahun 1990-1996 Albertina bertugas di PN Slawi, Tegal Jawa Tengah. Saat itu ia pulang pergi ke kantor naik sepeda motor. Ia menolak tamu yang ingin menemuinya di rumah untuk menjaga kenetralan dalam menangani kasus.
Untuk mengirit biaya hidup atau pengeluaran, ia mengetik sendiri keputusan sidang dan dikerjakan di rumah, agar tidak perlu membayar pegawai juru ketik. Bahkan hal itu juga bertujuan untuk berfikir dan mengambil keputusan tanpa campur tangan orang lain.
Bisakah hakim Albertina Ho "tidak tergoda", mampu mempertahankan kenetralan, sikap keadilan dan kesederhanaannya seiring dengan terdakwa yang disidangnya adalah Gayus Tambunan dengan segudang uang, yang sudah dikenal mahir main sogok menyogok? Semoga Albertina Ho tetap pada jatidirinya yang bersih dan adil. (*)