Tribunners / Citizen Journalism
Jejak Misterius di Yogya
Crop Circle Yogya Pertama Kali Terjadi Pada Padi
Adanya crop circle yang terjadi di Yogjakarta, Indonesia, menarik banyak perhatian masyarakat, bukan hanya masyarakat Indonesia
Editor:
Widiyabuana Slay
TRIBUNNEWS.COM - Adanya crop circle yang terjadi di Yogjakarta, Indonesia, menarik banyak perhatian masyarakat, bukan hanya masyarakat Indonesia, tetapi juga para ilmuwan luar negeri, termasuk Amerika Serikat.
Berhubung banyaknya opini dan pendapat yang beredar tentang kejadian ini, maka saya mengadakan wawancara dengan seorang ahli crop circle, yaitu Nancy Talbott. Ia merupakan pakar di bidang crop circle, yang menjabat sebagai Directur of BLT research, yaitu merupakan lembaga research yang khusus membidangi crop circle, berdomisili di Cambridge USA.
Karya tulisnya di bidang crop circle sudah banyak di publikasikan di journal journal international; antara lain: Physiologia Plantarum, Journal of Scientific Exploration. Talbott juga sering menjadi nara sumber untuk fenomena crop circle.
Talbott menjelaskan bahwa pertama kali crop circle ditemukan di benua Eropa dan Amerika Utara, sekitar tahun 1500, namun demikian dokumentasi tentang crop circle yang dapat diandalkan pertama kali dibuat pada tahun 1686 oleh ilmuan Inggris bernama Prof. Robert Plot, dan menulis bukunya yang berjudul A Natural History of Staffordshire. dan setelah itu banyak laporan dan tulisan ilmiah yang memuat tentang crop circle dari seluruh dunia, termasuk Afrika.
Crop circle yang terjadi di Yogja, adalah yang pertama kali terjadi pada tanaman padi, sebelumnya selalu terjadi pada sayuran, maizena, jagung, dan gandum.
Bahkan pernah juga dilaporkan crop circle berbentuk di lapangan bersalju, yaitu terjadi di Belanda pada tanggal 19 Desember 2009. Selama ini tidak ada penjelasan ilmiah tentang pola dan bentuk crop circle tersebut, karena penelitian selama ini hanya fokus pada kelainan yang terjadi pada tanaman dan tanah. Dan penelitian menunjukkan bahwa benar benar terjadi perubahan pada struktur dan anatomi tanaman. Perubahan tersebut dapat dilihat dengan kasat mata, tapi ada juga yang harus dilihat di laboratorium.
Khusus crop circle yang di Yogjakarta, Talbott menginformasikan bahwa dari foto yang dilihat kemungkinan itu bukan buatan manusia, dan menunjukkan bahwa padi tersebut tidak di rebahkan begitu saja, tapi di putar, di bengkokkan lalu dirapikan seperti menyisir rambut. Dan kalaupun hal ini bisa dilakukan manusia, maka dibutuhkan waktu yang lama (minimal 2 hari), karena jaringan luar dari tanaman sama sekali tidak elastis, gampang patah.
Hal yang membedakan adalah adanya perpanjangan pada titik ruas dari pohon tersebut. Tanaman yang di crop circle akan mengalami perpanjangan tepat di titik ruasnya. Hal ini penting karena perpanjangan ruas tersebut adalah untuk menyesuaikan dengan bentuk geometri crop circle itu sendiri. Dan manusia tidak bisa memperpanjang ruas dalam hitungan hari. Perpanjangan ruas inilah yang menjadi acuan selama ini, apakah crop circle itu buatan manusia atau bukan.
Secara umum beliau menjelaskan, bahwa dibutuhkan banyak energi untuk membuat crop circle, bisa saja gelombang microwave, electromagnetic yang memberikan suhu tinggi pada batang sehingga air dan uap air yang ada akan menguap, lalu membuat batang menjadi lebih lentur dan rebah.
*Wahyu Sunduseng adala warga asal Sulawesi Selatan yang saat ini sedang mengambil gelar master jurusan pertanian di Universitas Bonn, Jerman
Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email [email protected]
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.