Kejagung Ditantang Usut Biaya Perjalanan Seluruh Departemen
Empat tersangka korupsi biaya perjalanan dinas ke luar negeri di Kemendag menuding kejaksaan tebang pilih dalam menangani kasus
Penulis:
Vanroy Pakpahan
Editor:
Kisdiantoro
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Empat tersangka korupsi biaya perjalanan dinas ke luar negeri di Kementerian Perdagangan (Kemendag) menuding kejaksaan tebang pilih dalam menangani kasus yang mendera mereka. Kejaksaan pun ditantang untuk mengusut kasus itu secara total.
"Ini sistemik bukan kebijakan. Jadi sudah berlaku begitu memang. Kalau mau diusut, ya usut semuanya. Dari atas sampai bawah. Setiap tahun ada rata-rata 362 perjalanan dinas. Kalau selama 2007-2009 dijumlahkan, ada ribuan yang kena," kata penasihat hukum para tersangka Syamsu Djalal di Jakarta, Rabu (22/12/2010).
Menurut Syamsu, kliennya mengakui mereka tak mengembalikan selisih (kelebihan) uang dana perjalanan ke luar negeri saat menjadi pegawai di Kemendag. Namun, menurut keempatnya, apa yang mereka lakukan itu sudah lumrah terjadi dan atau juga dilakukan oleh pegawai lain seperti mereka.
"Ini sudah berjalan bertahun-tahun, jadi kalau mau periksa karena ini salah, periksa semua. Jangan tebang pilih. Periksa juga semua departemen (kementerian). Jangan hanya Kemendag. Karena ini (kelebihan dana perjalanan dinas tidak pernah dikembalikan), terjadi di semua departemen. Seluruh departemen di NKRI ini semua melakukan. Tapi ini kok hanya mereka (keempat tersangka). Yang lain nggak (diproses)," tuturnya.
Keempatnya, kata Syamsu, bersikukuh apa yang mereka lakukan, dengan tidak mengembalikan uang perjalanan dinas itu tidak melanggar hukum. "Tidak ada dalam sejarah uang lebih dikembalikan. Tidak ada ketentuan yang mengatur harus mengembalikan biaya selisih," katanya.
Pasalnya, uang selisih yang mereka tidak kembalikan itu, juga didapat mereka dari hasil menyiasati pembelian tiket pesawat untuk melakukan perjalanan tugas dinas. Mereka tak mengikuti anggaran baku yang sudah ditetapkan sebelum berangkat. Contohnya, misalnya, dalam anggaran disebut mereka (para pejabat) akan pergi ke luar negeri menggunakan pesawat Etihad, dalam pelaksanaannya, para pejabat itu membeli tiket maskapai penerbangan lain dengan tujuan yang sama, yang harganya lebih murah. "Atau mereka mencari pesawat yang mennawarkann harga promo. Atau memilih lewat jalur lain untuk sampai tujuan," jelasnya.
Mereka, kata Syamsu, memang harus melakukan itu untuk mempunyai cukup uang saku yang nantinya akan dipergunakan untuk biaya tak terduga seperti biaya tips, biaya membayar taksi, laundry dan sebagainya, termasuk buat membeli oleh-oleh untuk keluarga yang mereka tinggalkan saat bepergian, di kala pulang nanti. "Selain itu semua dana lump sum ini sesuai dengan standar biaya umum Sekretariat Negara. Uangnya juga langsung diserahkan kepada pegawai yang mau dinas, tidak dikelola oleh bendahara atau semacamnya," katanya.
"Yang jelas mereka bukan ingin memperkaya diri. Karena kata mereka, mereka juga nggak kaya karena (tidak mengembalikan) uang kelebihan itu. Memang mereka jadi bisa beli oleh-oleh. Tapi bukan untuk bikin kaya," ungkapnya.